Pria itu dulunya manusia. Dia bukan siapa-siapa, tak punya keluarga, teman, kenalan dan lain sebagainya. Takkan ada yang menyadari bahkan jika ia menghilang.
Mungkin itulah alasan kenapa ia bisa dijadikan target eksperimen kegiatan para ilmuan gila yang menganggap bahwa moralitas adalah hambatan bagi ilmu pengetahuan.
Kayril kecil yang tidak tahu apa-apa, dengan diiming-imingi makanan dan tempat tinggal yang nyaman, ia mengikuti orang-orang yang berbahaya.
Tubuhnya dijadikan mainan. Mereka mencampur DNA nya dengan seekor anjing yang bisa berubah menjadi manusia karena Miracle.
Kejadian berikutnya tak begitu ia ingat. Percobaan demi percobaan menyakitkan sudah Kayril lalui, hingga tubuhnya seperti bukan manusia lagi. Taring, cakar, ekor, telinga, serta sorot mata layaknya binatang buas.
Dalam perasaan marah dan putus asa, Kayril melarikan diri dari laboratorium.
Di perjalanan nya untuk menemukan jati diri, ia bertemu seseorang. Seseorang yang menjadi teman, rekan, dan kemudian menjadi bosnya.
Kehidupannya menjadi lebih baik. Walau orang-orang memandangnya sebagai anjing peliharaan yang bodoh, Kayril tak peduli.
Sampai pada akhirnya, ketika Kayril gagal menyelamatkan bosnya ia dianggap tak berguna dan dibunuh.
Dalam kegelapan dan keputusan, Kayril perlahan melihat secercah cahaya. Pria itu dengan cepat berlari menuju cahaya seraya berharap diberi kesempatan kedua.
Tepat ketika ia menyentuh cahaya redup tersebut, Kayril melihat seseorang bertopeng kelinci merah dengan kain merah transparan di bawahnya.
Sosok bertopeng itu seorang perempuan, Kayril bisa mengetahui dari aromanya.
Ini tuan barunya. Itulah yang dipikirkan oleh Kayril. Segera, pria berambut hitam itu berlutut dengan satu kaki layaknya ksatria.
'Saya siap menerima perintah anda, master.'
Arvani sendiri, yang masih duduk santai terheran-heran dengan tingkah pria berekor hitam ini yang berbeda dengan Kensei ketika mereka pertama bertemu.
'Apa kau tahu cara untuk berbicara dengan monster?' Arvani bertanya dalam hatinya.
'Iya, master.'
Perempuan bertopeng kelinci merah itu mengangkat sedikit punggungnya dan berkata.
'Kalau begitu coba bicara dengan bunglon itu. Tanyakan apa tujuannya kemari? Juga tolong usir beberapa monster yang sekiranya berbahaya di sekitar sini.'
'Baik.'
Kayril pun bangkit dan segera melaksanakan perintah tuan barunya. Sementara itu, di mata Rian, ia hanya melihat Arvani mengubah posisi duduknya. Samar-samar dirinya juga merasa kehadiran sesuatu tak kasat mata.
"Dia menggunakan miraclenya," batin Rian.
Pria berambut pirang itu memutuskan untuk bersikap cuek dan fokus pada daging ularnya yang harus dibakar terlebih dahulu agar bisa dimakan.
Monster bunglon yang merasa hawa keberadaan seseorang mendekat pun membuka mata besarnya. Dia melihat sesosok pria dengan telinga dan ekor anjing jenis Kintamani berwarna hitam. Mata bunglon itu melihat ke arah bintang di kepalanya yang tidak menunjukkan reaksi apapun.
'Masterku ingin bertanya apa tujuanmu kemari?'
Mendengar manusia yang dapat memahami bahasa hewan tak membuat bunglon tersebut tertarik.
Bunglon itu tak bersuara dan Kayril berhasil mengetahui bahwasanya mahluk ini hanya ingin beristirahat. Kayril bertanya lebih lanjut kenapa bunglon ini tak ingin berburu manusia.
Selang beberapa saat Kayril berhasil mendapat sejumlah informasi yang dibutuhkan. Ia melesat dan berlutut di dekat Arvani dan memberitahu semuanya.
Para monster di lantai ini, lebih tepatnya di menara ini, ditangkap dan dikembang biakkan di area pembuangan. Calon Hunter yang terbuang dan bekerja di area itu tentunya akan mendatangi kontrak agar mereka tutup mulut.
Setiap monster telah didoktrin untuk mendengarkan Hunter pengawas di tiap lantai. Walau ada beberapa jenis monster kuat yang terkadang bertindak sesuka hatinya.
'Kerja bagus.' Arvani memuji.
Tepat setelah itu Kayril pun pergi untuk melaksanakan misi lanjutannya.
Dalam kegelapan malam Arvani berpikir. Menara tidak sebaik yang diduga orang-orang.
Deg!
Tiba-tiba Arvani tersentak. Jantungnya berdenyut dengan menyakitkan selama beberapa saat.
"Gila, pria itu tidak main-main dengan kekuatannya," pikir Arvani memegangi kepalanya.
Berbeda dengan Kensei yang ketika diberi perintah hanya menggunakan sebagai kecil kekuatannya, Kayril malah memakai seluruh kemampuannya. Hal itu tentu berdampak pada jumlah energi yang harus dikeluarkan Arvani.
Efeknya seperti tadi. Dia bisa merasakan sakit, pusing, muntah darah, yang paling parah mungkin kematian. Perempuan itu tidak tahu pasti.
Ketika melakukan teknik pengabungan dengan Kensei saja, pria itu masih menahan diri. Entah karena ia sudah tahu atau malas mengeluarkan banyak tenaga.
Beberapa menit pun berlalu. Dari ujung timur muncul cahaya oranye yang menghangatkan. Rian dan Arvani sudah selesai makan.
Saat Kayril muncul dan mengatakan bahwa misinya telah beres, Arvani mengajak Rian untuk mengambil beberapa anggota tubuh monster yang sekiranya berharga.
"Wah, sangat hebat," gumam Arvani dalam hatinya begitu melihat sekitar 10 mayat monster yang cukup kuat.
Rian mengambil beberapa organ yang sekiranya dapat digunakan sebagai alat atau dijual dan ditukarkan menjadi poin di pos penjaga. Arvani mengambil beberapa bagian yang bisa dimakan. Perempuan itu perlu bolak-balik beberapa kali untuk mengumpulkan persediaan makanan yang ada sampai hari terakhir.
"Apa ini tidak berlebihan, tuan Arvani?" Rian terheran-heran.
"Kalau lebih kan tinggal kasih ke dia saja." Arvani dengan santai menunjuk ke arah monster bunglon yang terbangun.
Segera bunglon raksasa tersebut bangkit, membuka mulutnya lebar-lebar dan memakan sebagian besar bahan makanan yang diambil Arvani. Rian yang sudah memasang pose bertarung pun menjadi lega begitu mengetahui bahwa bunglon tersebut tidak berniat menjadikan dirinya dan Arvani sebagai makanan.
Di sisi lain, Arvani yang kesal hanya bisa mengumpat dalam hati. 'Bunglon songong! Harusnya dia makan setelah aku makan dong!'
Suara tawa Kensei terdengar.
'Harusnya kau menyuruh bawahan barumu membunuhnya.'
'Itu akan menjadi pilihan yang kurang bagus mengingat Tuan Arvani harus menyimpan energinya untuk hari terakhir.'
Suara Kayril kini masuk ke dalam obrolan Arvani dan Kensei.
'Calon Hunter di tempat ini bisa dengan mudah aku bereskan.' Kensei bicara seraya menyombongkan diri.
'Anda harus memperhitungkan kondisi Master. Beliau masih harus menaiki lantai selanjutnya. Juga, semakin sering beliau mengeluarkan kita maka makin besar pula kemungkinan orang lain mengetahui miracle beliau.'
'Hanya karena orang lain tahu belum tentu mereka mampu mengalahkan wanita ini.'
Arvani memijat kepalanya yang pusing akibat pertikaian Kensei dan Kayril. Perempuan itu sendiri juga sependapat dengan Kayril, membuang-buang tenaga itu tidak sesuai dengan karakternya.
Baru saja hendak duduk, sebuah anak panah melesat cepat dan hampir mengenai kepala Arvani jika Rian tak cepat menghalau anak panah tersebut dengan pisau hitamnya.
"Tuan Arvani, haruskah kita mempertahankan tempat ini?"
Tersisa 1 hari lagi agar dapat menyelesaikan tantangan lantai. Pilihan Arvani ada dua, bertahan atau pergi. Arvani menyembunyikan belati pemberian Ardi di bagian belakang punggungnya.
"Mari bertahan."
Pria berambut pirang tadi pun mengangguk patuh.
Di luar perkiraan, monster bunglon yang selama ini hanya tertidur di dekat bekas perapian kini bangkit. Satu mata besarnya menatap lekat Arvani.
Perlahan salah satu bintang putih yang ada di kepala bunglon tersebut melayang menuju Arvani.
'Apa ini?'
'Master, sepertinya bunglon tersebut berniat memberikan pecahan Miraclenya kepada anda. Bintang putih yang ia berikan bisa membuat anda menjadi transparan serta menjadi tanda bahaya yang datang.'
Belum sempat Arvani bertanya lebih lanjut mengenai pecahan Miracle, bunglon tadi bergerak cepat menuju sekumpulan orang yang berniat menyerang tempat persembunyian Arvani. Mata biru Rian menatap Arvani, meminta penjelasan.
"Mari biarkan bunglon itu membayar uang makannya."