Cherreads

Chapter 17 - 17. mengantuk 2

Rasa kantuk. Itu adalah satu dari sekian banyak hal yang tak dapat ditahan oleh Arvani.

Dulu, sebagai seorang tunawisma ia bebas tidur kapanpun ia mau. Namun, begitu bergabung dengan kelompok Daniel mau tidak mau Arvani harus mengatur jadwal tidurnya.

Sayangnya itu sulit. Sangat sulit. Pada orang biasa, mereka akan mengantuk ketika malam atau saat jam tidur mereka tiba, untuk Arvani hal tersebut tidak berlaku. Rasa kantuknya bisa muncul tiba-tiba dan tak terduga.

Beberapa hari yang lalu.

Ketika Arvani sedang asik menunggu Ardi yang berburu monster di luar dinding. Di saat rasa kantuk mulai menyerang Arvani langsung memanggil Kensei untuk menjaga dari para monster.

Hari itu Ardi dan Arvani pergi agak jauh dari tembok kota yang memungkinkan muncul monster-monster kuat.

Beberapa menit setelah Arvani tenggelam dalam mimpinya, Kensei melihat segerombolan banteng bertanduk tiga yang sedang mengamuk. Apa yang terjadi setelah itu tidak Arvani ingat dengan jelas.

Ketika kesadarannya kembali hal pertama yang Arvani rasakan adalah kehangatan serta aroma amis dari darah monster yang menyelimuti sekujur tubuhnya. Saat itu Arvani menyadari bahwa jiwa yang ia panggil— Kensei, bisa merasuki tubuhnya. Bersamaan dengan itu, Arvani juga dapat menggunakan teknik berpedang milik Kensei dengan mudah.

Sayangnya, perbedaan kekuatan antara keduanya cukup jauh dan itu menyebabkan Arvani harus dirawat oleh Mariposa selama 3 hari penuh.

"Ampuni aku ... Kumohon ampuni aku ..."

Kesadaran Arvani akhirnya kembali. Perempuan itu mengerutkan keningnya jijik melihat pemandangan di sekitarnya yang dipenuhi oleh potongan tubuh manusia mulai dari kaki, tangan, kepala, bahkan bagian organ dalam seperti usus yang berceceran.

Sontak perempuan itu menutup mulut dengan tangan kirinya.

'Kensei gila. Apa yang kau lakukan?!' Arvani berteriak jijik pada Kensei yang kini berada dalam tubuhnya.

'Aku hanya membunuh mereka. Tubuh yang tercerai-berai itu tanggung jawab mereka sendiri yang memakan telur monster laba-laba.'

'Monster laba-laba?' Arvani mengerutkan keningnya heran.

Ketika mata hitam Arvani menoleh kembali pada seseorang yang meminta pengampunan darinya, ia malah melihat seekor laba-laba raksasa berwarna hitam kebiruan sedang asik membungkus orang tadi dengan jaringnya. Tubuh Arvani menegang kala matanya bertatapan langsung dengan laba-laba seukuran bus tersebut.

'Jangan diam saja bodoh!'

Kensei berteriak kesal. Aura putih seketika memenuhi sekujur tubuh Arvani dan memaksa perempuan itu melompat ke samping, menghindari tembakan jaring laba-laba tersebut.

'Oh shit, badanku sakit!'

'Bertahanlah. Aku hampir berhasil membunuh monster ini.'

Aura putih di tangan kanan Arvani mulai menyelimuti pedangnya. Tepat ketika Kensei hendak melanjutkan serangannya, suara tembakan terdengar.

Dor!

"Ugh!"

Arvani meringis ketika tembakan tersebut tepat mengenai luka di pinggangnya. Mata hitamnya melirik ke asal tembakan. Itu adalah grup lain yang berniat membunuh dirinya juga.

'Astaga! Berapa banyak sih harga buronan Kelinci Merah saat ini?!'

'Bertahanlah.'

'Ngomong doang mah gampang, yang merasakan sakitnya itu aku!'

Perlahan aura putih yang menyelimuti tubuh Arvani mulai menghilang. Bukan karena energi Kensei yang habis tapi karena tubuh Arvani yang tak sanggup untuk bergerak lagi.

Ditambah lagi Kensei masih penasaran akan satu hal. Apakah ia akan terbebas ketika Arvani mati? Ada satu cara mudah untuk mengetahuinya dan secara kebetulan Kensei tak bisa membunuh Arvani.

Jadi, biarkan saja perempuan ini meregang nyawa di tangan calon Hunter yang lain.

Arvani, dengan keadaan yang habis bangun dari tidur serta rasa sakit di punggungnya, membuat perempuan itu tak dapat berpikir jernih.

Duk!

Sebuah tendangan dilayangkan oleh salah satu dari kelompok musuh yang hendak membunuh Arvani, tepat ke kepalanya.

Samar-samar, Arvani dapat mendengar suara tawa meremehkan. Tendangan lainnya ia dapatkan tepat di lukanya yang membuat Arvani meringis sakit. Satu, dua ... Lima tendangan keras pada akhirnya berhasil menumbangkan Arvani.

Dalam keadaan di mana Arvani tak dapat merasakan apapun di sekitarnya, perempuan bermata hitam itu mendengar suara seseorang.

(Makanya, meski kau adalah orang terlemah ataupun yang terkuat sedunia, kau seharusnya tidak menerima perintah orang lain. Kau itu kan seorang ■■.)

Tepat ketika salah satu dari orang yang hendak membunuh Arvani melayangkan tembakan kedua, perempuan berambut hitam itu melemparkan pedangnya tepat sasaran. Entah dari mana, Arvani mendapatkan energi tambahan.

"Aghh! Dasar b***! Bunuh dia!"

Arvani menggenggam tanah dan melemparkannya untuk menghalangi pandangan sang musuh. Perempuan berambut hitam itu lalu mengambil belati pemberian Ardi di pinggangnya lalu menusuk bagian leher musuh terdekat.

Mata hitam Arvani mengamati sekeliling dengan cepat.

Ada 5 orang musuh yang mengepung dirinya. Satu terluka parah karena pedangnya, satu mati, satu mendekati monster laba-laba yang kemungkinan besar hendak menggunakan miracle, 2 lainnya berada di jarak yang agak jauh dengan pistol dan senapan di tangannya.

Dor! Dor! Dor!

Suara tembakan beruntun terdengar. Arvani menggunakan tubuh pria yang ia bunuh sebagai perisai. Perempuan itu kemudian melemparkan perisai manusianya ke salah satu musuh yang membawa senapan.

Seraya menahan rasa sakit, Arvani berlari menuju pria lain yang terkena tusukan pedangnya. Tepat sebelum pria itu mengeluarkan miracle miliknya, Arvani lebih dulu memanggil Kensei untuk memotong leher pria itu.

Namun, mengingat energinya yang sudah di ambang batas. Sosok Kensei Igarashi hanya bisa muncul selama 1 detik.

"..." Arvani mengigit bibirnya ketika muncul sensasi nyeri pada mata kirinya.

"[Teknik pedang Kensei Igarashi: bentuk kedua]."

Arvani melesat sekuat tenaga menuju orang terakhir yang memegang senapan. Gerakan pertamanya adalah melakukan tusukan mengenai jantung di mana tangan kirinyalah yang memegang gagang pedang.

"Haha, kenapa kau lambat sekali?" Perempuan itu mendekatkan wajahnya seraya memasang senyuman remeh yang dapat dilihat oleh pria yang akan mati itu.

Senapan pria itu Arvani ambil dan ia gunakan untuk menembaki musuh-musuhnya yang lain sekaligus si pengendali monster laba-laba tadi. Deru nafas Arvani menjadi berantakan. Mata hitamnya kembali bertatapan dengan monster laba-laba yang termenung.

Apa yang aku lakukan di sini. Itulah isi pemikiran laba-laba tersebut yang dapat ditangkap oleh Arvani.

Pengelihatan Arvani makin menurun. Mata kirinya yang tak dapat dibuka, serta darah yang mengotori mata kanannya.

"Aku sangat capek. Bisa kau pergi sekarang?" Suara hati Arvani terdengar lantang dari mulutnya.

Monster laba-laba yang tidak mengerti itu masih terus menatap Arvani dalam kebingungan. Insting monsternya berteriak ketakutan pada sosok manusia lemah yang berdiri pun sudah tak sanggup.

Pada akhirnya, monster laba-laba itu pun pergi mengikuti insting alaminya. Menjauh dari marabahaya yang tak terlihat.

Bruk!

Arvani menjatuhkan dirinya dan berbaring di tanah kotor dengan noda darah kering di beberapa tempat.

"Mana Rian?" Ia bertanya pada Kensei.

'Pergi berburu beberapa monster untuk menaikkan poinnya.'

Perempuan itu mendengus pelan. Harusnya dia suruh Rian ikut kemari, dengan begitu setidaknya beban Arvani akan berkurang.

Bola hitam yang awalnya berada di mode tak terlihat kini menyala di dekat Arvani. Bola itu menunjukkan angka 300.

Monster laba-laba yang dilihat Arvani tadi berwarna biru, berarti Kensei berhasil membunuh monster laba-laba yang pertama. Dengan jumlah poin yang dimiliki Arvani saat ini, ia bisa memesan kamar paling nyaman, makanan paling enak, dan tentunya pengobatan yang layak.

"Sial, masih ada 9 hari lagi?!"

More Chapters