Cherreads

Chapter 30 - Bab 30: Surat dari Waktu yang Hilang

Tiga hari setelah cahaya menghapus Bayangan Keempat, Auralis seperti baru dilahirkan.

Udara yang dulu berat kini terasa ringan. Langit yang dulu retak kini bersih dan biru muda. Bahkan jam utama kota yang selama ini berdetak tidak teratur… kini berdetak pelan, damai.

Seperti waktu akhirnya mau berdamai dengan dirinya sendiri.

---

Rania duduk di tengah taman kristal, mengenakan pakaian sederhana—tanpa jubah, tanpa mahkota, tanpa pelindung sihir. Hanya dirinya, secangkir teh, dan sehelai angin pagi.

Arven berjalan pelan dari kejauhan, tangannya menggenggam dua roti madu.

“Masih tidak lapar?” tanyanya sambil duduk di sampingnya.

Rania menggeleng pelan. “Masih kenyang… oleh kedamaian ini.”

Arven tersenyum tipis. “Kau berubah.”

“Aku tidak berubah,” Rania menatapnya. “Aku hanya… pulang. Pulang ke diriku yang sebenarnya. Setelah sekian lama menghindar.”

Arven meletakkan roti itu di atas meja kecil, lalu memandang Rania dalam-dalam.

“Kalau begitu… maukah kau berjalan bersamaku, di sisa waktu yang kita punya?”

Rania diam sejenak.

Lalu mengangguk.

> “Aku akan memilihmu… setiap kali waktu memberiku kesempatan untuk memilih.”

Dan dalam hening itu, mereka saling menggenggam tangan. Tidak dengan janji manis. Tapi dengan keikhlasan untuk bertumbuh bersama.

---

Sore harinya, Reina datang dengan membawa sebuah kotak kecil yang dilapisi cahaya merah keemasan.

“Ini ditemukan di ruang penyimpanan waktu. Tidak ada yang tahu siapa yang meninggalkannya. Tapi… saat kristal pelacak menyentuh namamu, kotak ini menyala.”

Rania memandang benda itu lama. Lalu membuka perlahan.

Di dalamnya… hanya selembar surat dan potongan logam kecil berbentuk bulan separuh.

Tangannya bergetar saat membaca tulisan tangan di surat itu.

---

Rania,

Jika kau membaca ini, berarti aku telah kehilangan diriku… atau waktu telah mengambil kita terlalu jauh.

Aku tidak meminta pengampunan.

Aku tidak pantas memintanya.

Tapi aku ingin kau tahu… meski aku memilih jalan gelap, satu hal tidak pernah berubah.

Aku mencintaimu. Bukan karena kau kuat. Tapi karena di balik semua itu, kau tetap punya hati yang memaafkan.

Aku bukan ayah yang baik untuk Nazer, dan mungkin aku bukan pilihan terbaik dalam hidupmu.

Tapi aku… tetap berharap, di satu jalur waktu yang lain, kita bisa duduk bersama seperti dulu. Bercerita. Tertawa. Menyesal bersama, lalu saling mengampuni.

Simpan bulan ini. Itu bagian dari liontin yang dulu ingin kuberikan padamu.

Satu setengah untukmu.

Satu setengah… kutinggalkan di waktu yang tidak pernah kita jalani.

– Kael

---

Air mata jatuh di pipi Rania. Bukan karena luka.

Tapi karena penutupan.

Karena akhirnya, untuk pertama kalinya… Kael tidak datang untuk melawan. Tapi untuk mengucapkan selamat tinggal.

---

Malamnya, Rania berdiri di balkon menara waktu. Di sampingnya, Arven menyandarkan kepalanya di bahunya.

Nazer duduk di bawah sambil membaca buku sejarah waktu — wajahnya polos, damai, seperti anak-anak pada umumnya. Bukan anak dari jalur masa depan yang penuh keretakan.

“Menurutmu,” tanya Arven pelan, “apa waktu akan kembali menguji kita lagi?”

Rania memandang langit.

Lalu menjawab:

> “Selama kita hidup, waktu akan selalu menantang.”

> “Tapi sekarang aku tahu… kita tak harus melawan waktu.”

> “Kita hanya perlu… berjalan bersamanya.”

---

Dari kejauhan, menara-menara Auralis memancarkan cahaya lembut. Tak ada tanda perang. Tak ada bayangan.

Hanya harapan. Dan sisa-sisa cinta yang berhasil bertahan dari badai.

Rania memeluk liontin bulan setengah di dadanya, lalu berbisik lirih:

> “Terima kasih, Kael. Untuk pernah mencintaiku… meski dalam jalan yang salah.”

Dan angin waktu pun membawa bisikannya…

kembali ke tempat di mana semua kemungkinan pernah bertemu.

More Chapters