Cherreads

Chapter 9 - 9. misi

Mata kuning Kensei yang penuh kehidupan bertatapan dengan mata hitam Arvani yang dipenuhi kesedihan.

"Mau kuajari? Cara menggunakan pedang."

Ada alasan khusus kenapa Kensei baru sekarang ingin mengajari Arvani.

Ketika ia dipanggil Arvani kedua kalinya untuk menangkap ikan, Kensei berniat melakukan meditasi di alam bawah sadar perempuan itu agar energinya bisa terkumpul kembali.

Namun alih-alih menguat, energi yang sudah dikumpulkan Kensei malah terserap oleh tubuh Arvani, entah perempuan itu sadar atau tidak. Semakin lama Kensei bermeditasi maka semakin kuat pula Arvani.

Kesal karena tindakannya berakhir sia-sia, Kensei memutuskan untuk menggunakan cara lain. Ia akan membujuk Arvani agar menyuruh dirinya membunuh banyak orang dan mengambil jiwa mereka.

Untuk itu Kensei harus memperlihatkan secara langsung seberapa kuat dirinya.

Arvani termenung beberapa saat memikirkan penawaran Kensei. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dia harus menjadi lebih kuat.

"Ya. Aku mau."

Pria berambut putih itu menyeringai.

"Panggil aku tiap pagi atau sore."

Perlahan tubuh Kensei berubah menjadi aura putih yang bergerak menuju mata kiri Arvani. Setelah memeriksa pengelihatannya yang kembali seperti semula, Arvani berjalan menuju pintu gerbang.

Jasad kelima orang itu dibiarkan begitu saja karena beberapa jam lagi beberapa hewan liar akan datang dan memakan tubuh mereka hingga tersisa tulang.

'Ambil lencana mereka agar kau aman.'

Langkah Arvani terhenti ketika suara Kensei muncul. Perempuan itu melirik ke arah Bros berlambang bunga sakura.

Karena tidak tahu bahaya apa yang mungkin terjadi di masa depan, Arvani terpaksa mematuhi perintah Kensei.

.

.

.

Perempuan bermata hitam itu tidak terlalu mengingat kejadian berikutnya. Samar-samar ia ingat melihat mobil Ardi, lalu kembali ke markas dan berakhir ia tertidur di wisma tanpa melepas alas kaki.

Arvani yang masih berada di tempat tidur memandangi cahaya matahari terbit dari jendela. Ujung matanya melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 08.15.

Saat bangun tubuh Arvani terasa lebih ringan, pikirannya juga menjadi lebih jernih.

Tidak ada batu kasar yang membuat tubuhnya sakit. Mata Arvani beralih pada tumpukan buku di atas meja. Karena terlalu malas membaca Arvani pun memilih untuk mencuci muka dan keluar dari wisma menuju kantor tempat sekarang ia bekerja.

Bersamaan dengan pintu kantor yang dibuka terdengar bunyi lonceng berdentang.

Pandangan Arvani tertuju pada Daniel, Guildmaster yang sedang sarapan di meja resepsionis seraya menonton televisi yang menayangkan berita. Mariposa terlihat tertidur di sofa panjang dengan selimut tebal yang membungkus tubuhnya.

Samar-samar Arvani mendengar suara bising sari dapur. Mungkin itu Ardi yang sedang memasak.

"Minta saja pada Ardi untuk sarapannya," ucap Daniel.

Arvani mengangguk sekilas lalu berjalan menuju dapur. Aroma bubur serta kuah bakso langsung tercium olehnya.

Ardi terlihat sedang mencuci berapa peralatan dapur. Begitu pria itu menyadari keberadaan Arvani, ia langsung menyuruh perempuan itu mengambil piring dan makan.

Bubur menjadi pilihan Arvani. Ia lalu menaruh kacang-kacangan, telur, potongan daging ayam, serta sayuran yang sudah disiapkan Ardi. Arvani memutuskan untuk makan di dekat Daniel mengingat Mariposa masih tidur dengan mendengkur.

"Arvani, apa kau bisa baca tulis?"

Pria yang masih memakai piyama kotak-kotak berwarna hitam putih itu bertanya.

"... Hmm, kalau tulisan di negara ini aku bisa membaca beberapa tapi tidak bisa menuliskannya."

Arvani memandang ke piring buburnya sejenak lalu teringat akan sesuatu.

"Oh! Aku juga bisa membaca dan menulis bahasa kuno Egarta, tapi aku tidak bisa pengucapannya."

Mendengar itu, Daniel sedikit tersentak. Ia menatap Arvani lekat dan kembali bertanya.

"Bagaimana kau bisa tahu bahasa yang berasal dari tempat jauh di pegunungan dingin itu?"

"... Dari seorang kenalan."

Terdapat nada seduh dalam jawaban Arvani yang membuat Daniel memutuskan berpindah topik.

"Kalau begitu bulan depan ikutlah denganku."

Arvani menaikkan satu alisnya bingung. "Ke mana?"

Daniel tersenyum lebar. "Mencegah perang."

"... Hah?"

Daniel lalu menjelaskan keadaan politik di negara Nusantara pada Arvani. Farel selaku direktur departemen ketahanan khusus sedang bentrok dengan beberapa menteri dan dewan rakyat. Pria itu marah besar karena masalah zombie yang memakan korban besar justru dilimpahkan pada dirinya.

Padahal masalah utama dari kemunculan zombie adalah karena beberapa walikota yang melakukan korupsi dana pembangunan tembok pelindung. Belum lagi mereka tidak menggunakan alat mengusir monster pada rel kereta api bawah tanah.

Farel memperbesar masalah ini hingga terdengar di telinga keluarga bangsawan agung yang tinggal di Nusantara. Keluarga Wibisantra.

Keluarga Wibisantra memutuskan untuk berpihak pada Farel karena mereka tahu jika pemilik miracle itu jauh lebih berharga ketimbang manusia biasa. Ditambah lagi mereka ingin membereskan hama-hama di dalam negeri yang kerap meresahkan warga.

"Lalu apa para menteri yang dirugikan akan membuat perang saudara?"

"Tidak. Ada pihak lain yang ingin memanfaatkan perpecahan dalam negeri ini. Menurutmu, siapa yang rugi dan untung jika Zamrud khatulistiwa terpecah belah?"

Arvani termenung sejenak. Dia tidak pernah belajar mengenai hubungan internasional tapi Arvani teringat pada salah satu toko di kota Gotan dulu.

"Pihak yang rugi itu negara-negara yang melakukan perdagangan dengan Zamrud Katulistiwa dan yang untung itu beberapa negara tetangga."

Tak!

Daniel menjentikkan jarinya. "Benar. Itulah yang akan dipikirkan kebanyakan orang."

"Namun, kau melupakan Keluarga Bangsawan agung, Arvani. Kebanyakan dari mereka tidak berpihak pada negara tempat tinggalnya."

Arvani memiringkan kepalanya bingung.

Daniel kembali ke mode guru sejarah. Ia menjelaskan bahwa kebanyakan keluarga bangsawan agung, khususnya yang saat ini anggota atau kepala keluarganya menduduki posisi Viarki menganggap diri mereka lebih tinggi dari pemimpin negara tempat mereka tinggal.

Maka dari itu jika suatu negara ingin berhubungan baik dengan negara lain belum tentu keluarga bangsawan agung memiliki niatan yang sama. Begitupun sebaliknya.

"Dan sebagai tambahan informasi. Saat ini, ada satu kursi Viarki yang sudah kosong."

Arvani menelan ludahnya gugup. "Begitu ya."

"Hahaha, sepertinya kau tidak terlalu menganggap penting seorang Viarki ya, Arvani."

Perempuan berambut hitam itu menggaruk tengkuknya gugup. "Apa mereka pengaruhnya lebih besar dari presiden?"

"Iya. Di dunia ini ada 3 kekuatan besar. Pertama, Viarki, mereka adalah pemilik Miracle yang digadang-gadang memiliki kemampuan yang setara dengan dewa. Kedua, Bangsawan Agung, mereka adalah keluarga yang salah satu anggotanya pernah menduduki posisi Viarki. Minimal ada 3 orang. Dan yang terakhir adalah negara serta manusia biasa."

Arvani mengangguk. Dia mulai paham.

Daniel tersenyum. "Sekarang, kembali ke topik awal. Kita akan menghentikan perang. Bagaimana caranya? Simpel. Kita bocorkan siapa yang membawa virus zombie ke negeri ini. Juga sekalian menghabisi bajingan yang membuatku kesal ini."

Kalimat terakhir diucapkan Daniel seraya menunjuk ke televisi yang menayangkan berita seorang Top Tier Hunter bernama lengkap Sean Faraday.

"Siapa dia?" Tanya Arvani yang tidak bisa membaca isi berita.

Reporter dalam berita itu hanya berbicara tentang kompetisi Hunter of Tower yang tidak begitu dimengerti Arvani.

"Orang yang harus kita bunuh."

More Chapters