29 hari berlalu.
Kota Lintang, area luar dinding.
Di hutan dengan cahaya matahari yang sebagian tertutup oleh dahan pohon, Arvani sedang duduk diam di atas sebuah batu seraya membaca salah satu buku miliknya berjudul 'Dokumen Keluarga Igarashi' yang ditulis dalam bahasa Egarta.
Srak!
Mata hitam Arvani melirik sekilas ke asal suara. Itu seekor kucing dengan 2 ekor yang panjangnya 2 kali lipat melebihi panjang tubuhnya.
"Oh, yang satu ini kelihatannya jinak," batin Arvani.
Sebisa mungkin Arvani tak ingin membuang-buang tenaga dengan bertarung melawan monster jinak yang seharusnya bisa dijadikan teman. Dia bukan tipe orang yang memandang jijik ke arah para monster.
Arvani menutup bukunya, mengambil kotak bekalnya. Isinya terdapat nasi, 2 telur rebus, potongan daging ayam goreng, serta tumis kangkung.
Ia lalu mengambil daging ayam tersebut dan melemparkannya ke dekat kucing itu.Terlihat si kucing mengendus beberapa kali kemudian mulai memakan ayam tersebut.
"Kalau gak salah kucing ekor dua itu kayak makhluk mitos asal negara Matahari Terbit kan? Namanya ... Eeee... Aku lupa."
'Nekomata.'
Kensei memberitahu.
"Oh? Terima kasih."
Perempuan berambut hitam itu pun mengikat rambutnya. Telah muncul beberapa monster berwujud Kelinci putih sedang mengintai dirinya dari kejauhan.
Arvani mengetahui jenis kelinci ini. Mereka bentuk fisiknya sangat mirip dengan kelinci pada umumnya namun, mereka adalah pemakan daging yang dapat melesat cepat dan bersembunyi di dalam lubang terowongan.
Itulah alasan kenapa Arvani duduk di atas batu besar dan di bawah sinar matahari— di mana kelinci tersebut akan mengalami kebutaan sesaat ketika bersentuhan dengan cahaya.
Perempuan itu sedang menunggu kedatangan Ardi yang berburu agak jauh dari dirinya. Jika ini dirinya yang dulu mungkin Arvani akan langsung berteriak dan meminta tolong.
Akan tetapi, sekarang Arvani bukanlah anak kecil penakut yang selalu lari ketika bertemu monster.
Ia mengeluarkan sebuah benda tabung kecil dari saku jaketnya, menekan satu tombol dan benda itu berubah menjadi tongkat panjang.
Dahi Arvani sedikit berkerut. Ia kemudian menekan kembali tombol yang ada di bagian tengah tongkat untuk memperpendek panjangnya.
"Aku belum ahli dalam menggunakan tongkat."
Beres memperbaiki. Arvani melirik ke salah satu lubang di tanah yang menampilkan sepasang mata merah tengah mengamati dirinya.
Kelemahan para Kelinci ini adalah cahaya matahari yang dapat membutakan mereka serta ketahanan mereka terhadap serangan, akan tetapi, kecepatan mereka dalam bergeraklah yang membahayakan.
Arvani melompat turun dari batu. Ujung matanya melihat sekitar 3 ekor kelinci yang keluar dari lubang tepat di bawah pohon yang rindang.
Mereka tidak melihat adanya hal yang berbahaya dari Arvani. Perempuan berambut hitam ini terlihat lemah dengan tubuh kurus serta kuda-kuda bertahan yang penuh celah.
Kelinci bermata merah yang sudah memperhatikan Arvani pun keluar dari lubangnya dan melesat hendak memakan telinga Arvani.
Tang!
Bunyi benturan antara tongkat besi yang dibawa Arvani dengan kepala kelinci terdengar. Ketika tubuh kelinci itu berada di udara, Arvani langsung memukulnya seolah sedang memukul bola bisbol.
Bruk!
Tubuh kelinci itu berbenturan dengan batang pohon.
"Sayang sekali kelinci kecil, kecepatan kalian bisa dilihat oleh mataku," ujar Arvani seraya tersenyum tipis.
Marah karena temennya dihajar, ketiga kelinci yang keluar tadi mulai menyerang Arvani secara bersamaan. Arvani tersentak dan detik berikutnya ia melangkah ke samping kanan dengan cepat.
Sat!
Ketiga kelinci itu kembali bersembunyi dalam lubang di tanah.
Arvani tersenyum tipis. Walau matanya bisa melihat pergerakan para kelinci, tubuhnya masih sedikit kesulitan mengikuti. Perempuan itu lalu memasang kuda-kuda berpedang yang pernah diajarkan Kensei.
Tepat ketika para Kelinci kembali melesat, Arvani langsung melakukan tebasan seraya memutar tubuhnya.
Bruk!
Satu ekor kelinci berhasil tumbang.
"Pola serangan kelinci ini masih sama. Mereka selalu menyerang bagian kepala korban lebih dulu," pikir Arvani.
Berbekal pengetahuan yang ia miliki, Arvani pada akhirnya bisa menghabisi ketiga kelinci tersebut. Dengan begini dia punya sesuatu untuk makan malam.
Wisma hanya menyediakan sarapan dan makan siang. Kalau ingin makan malam Arvani harus memasak atau membeli makanan sendiri.
Arvani mengamati 4 ekor kelinci hasil tangkapannya. Kelinci-kelinci itu masih hidup namun dengan mengikat kakinya, mereka takkan berani macam-macam.
Meoong~
Arvani melirik ke asal suara. Kucing dengan ekor dua yang tadi diberi makan ayam oleh Arvani berjalan mendekat.
Perempuan berambut hitam itu menatap matahari yang masih berada di titik tertingginya. Ardi akan selesai berburu ketika posisi matahari sudah sedikit turun, mungkin sekitar pukul 3 sore.
Tangan Arvani mengambil satu ekor kelinci dan memberikannya pada si kucing.
"Sekarang pergilah sebelum Senior Ardi memburumu," ucap Arvani seraya mengelus kepala kucing tersebut.
Setelah menaruh ketiga Kelinci yang tersisa, Arvani duduk kembali di atas batu seraya membuka kotak bekalnya. Kucing berekor dua tadi mengambil si kelinci pemberian Arvani dengan memakai mulutnya lalu pergi.
Waktu pun berlalu dan tepat ketika Arvani sudah memakan habis bekalnya, terdengar suara benda berat yang diseret. Arvani menoleh dan melihat Ardi yang tengah menyeret tumpukan monster beragam jenisnya.
"Wah, hari ini kau berhasil memburu 3 ekor ya, Arvani. Selamat~"
Arvani tersenyum kering. Dibandingkan dengan buruannya yang hanya 3 ekor kelinci, buruan Ardi yang merupakan 5 ekor kerbau bertanduk tiga, 10 ekor anjing gila, serta 10 ekor ayam cemani besar, jauh lebih hebat.
Beruntungnya hari ini Ardi membawa gerobak besar untuk memudahkan membawa hasil buruan keduanya.
Menaiki mobil jib, Ardi dan Arvani pergi ke tempat pertukaran barang yang selalu ramai di kunjungi orang-orang baik para pemilik miracle atau manusia biasa. Baru sesudahnya mereka berdua kembali ke markas guild.
Kotak bekal Arvani yang kosong kini sudah diisi dengan potongan daging kelinci. Kulit dan tulangnya sudah Arvani jual ke pedagang.
"Arvani, besok kau akan berangkat bersama bos ke kompetisi Hunter of Tower kan, hari ini jangan berlatih dan langsung istirahat saja," ucap Ardi begitu tiba di depan markas.
Arvani mengangguk. "Tentu."
Begitu memasuki markas, terlihat Daniel sedang membaca buku komik horor dengan televisi yang menayangkan berita kompetisi Hunter of Tower.
Reporter di sana mengatakan jika kompetensi tahun ini akan menjadi lebih berbahaya dari tahun-tahun sebelumnya. Hal itu dikarenakan jumlah kontestan yang terjebak di dalam menara semakin banyak. Sekedar informasi, pemilik miracle yang tidak dapat menyelesaikan 100 tantangan harus tetap tinggal di dalam Tower selamanya.
Arvani memang sedikit khawatir tapi ia siap. Demi gaji bulanan— ah, maksudnya demi masa depan yang lebih baik, Arvani akan terus melangkah maju.
"Arvani, apa kau sudah membuat ktp palsu?" Tanya Daniel yang sudah selesai membaca komik.
Arvani mengangguk kecil.
Perempuan itu lalu duduk di dekat Daniel. Mariposa sedang keluar untuk tugas dokternya sedangkan Ardi mulai menghitung uang milik Guild.
"Jadi begini, rencana awalku adalah kau langsung mendaftar sebagai sang Kelinci Merah. Misal, ketika waktu tantangan tiba kau akan menjadi Kelinci Merah dan di luar itu kau akan menjadi Arvani, rekanku. Dengan begini tidak akan ada yang akan menyerangmu ketika tidur."
Arvani mengangguk setengah paham.
"Yang menjadi masalahnya adalah... Apa kau siap menyamar sebagai seorang pria?"
"Eh?"