Cherreads

Chapter 5 - Jalanan dan Gitar Butut

Setelah dikeluarkan dari sekolah, hari-hariku jadi kosong. Awalnya aku hanya bantu-bantu di rumah, main layangan, atau nongkrong di warung. Tapi makin lama, aku bosan. Aku merasa kayak nggak ada gunanya di rumah. Sampai suatu hari, abang sepupuku—anak dari saudara kedua ayah—mengajakku ke jalan.

"Kita cari uang, Rangga. Biar bisa jajan sendiri, main warnet juga bisa," katanya sambil senyum, sambil bawa gitar kecil.

Aku akhirnya ikut untuk ngamen. Itu pertama kalinya aku tahu rasanya mengamen dan dapet duit sendiri. Kami pergi ke perempatan lampu merah, naik angkot, atau duduk di depan toko. Aku belajar nyanyi lagu-lagu jalanan yang lagi hits, meski suaraku pas-pasan. Tapi anehnya, uang receh tetap datang. Seratus, lima ratus, kadang seribu. Kalau beruntung, dapat lima ribuan dari orang baik hati.

Hari berganti minggu. Saudara sepupuku berhenti ngamen. Tapi aku keburu jatuh cinta sama kebebasan jalanan. Aku ajak temanku, dan kami mulai keliling dari Bojong, Citayam, sampai Cilebut. Kami nyanyi, ketawa, dan tidur di mana pun kami bisa rebahan.

Setiap kali dapat uang, hal pertama yang kami pikirkan: warnet. Dunia game dan internet seperti surga buat kami yang hidup di pinggir kehidupan. Di layar warnet, kami jadi jagoan. Kami jadi pahlawan. Padahal di luar, kami cuma anak-anak jalanan yang dicuekin orang.

Kadang kami nggak pulang. Kadang kami tidur di emperan. Tapi entah kenapa, aku justru merasa bebas. Meski hidup keras, aku merasa punya kendali atas hari-hariku sendiri.

More Chapters