[Bab 76 – Jejak Kosong, Ego yang Hilang: Revisi Fokus Milim]
---
Setelah komunikasi rahasia dengan Satoshi Nakamoto, dan kegagalan mutlak Arvid dalam menelusuri jejaknya, perubahan besar mulai terjadi — bukan hanya secara teknis, tapi secara pribadi, terutama pada Milimnava.
Miliminium Plays, kanal legendaris dengan 210 juta subscriber, tetap berjalan. Tapi kini, hanya sesekali muncul konten baru. Milim tak lagi menjadi pusat perhatian di layar. Ia menyerahkan pengelolaan penuh kepada tim kreatif yang telah ia latih selama bertahun-tahun.
> "Aku rasa… aku sudah cukup bicara ke dunia. Sekarang waktunya membangun sesuatu yang bisa mengubah dunia," ucap Milim dalam rapat internal terbatas bersama Arvid dan para petinggi Altheon Corps.
Fokus Milim sepenuhnya beralih ke Altheon Corps, khususnya dalam mengembangkan ekosistem Corevibe 2.0, jaringan AI sosial terdesentralisasi, dan strategi globalisasi perusahaan mereka yang kini berbasis di Berlin.
---
Transisi dan Transformasi
Milim yang dulu dikenal sebagai ratu internet — YouTube, TikTok, hingga Instagram — mulai meninggalkan citra publik itu. Ia memusatkan waktu pada inovasi teknologi, keamanan data, dan integrasi blockchain yang lebih humanistik.
Arvid memperhatikan perubahan ini dengan hormat. Bahkan, seluruh struktur kepemimpinan Altheon mulai menyesuaikan gaya kerja Milim: fokus, privat, dan tajam secara visi.
---
Inspirasi dari Bayangan
Komunikasi rahasia dengan Satoshi meninggalkan bekas mendalam pada Milim. Ia menyadari, perubahan sejati tidak datang dari layar yang ditonton jutaan orang, tapi dari keputusan dalam diam yang membentuk masa depan.
> "Dia tidak meminta untuk dipuja, bahkan tidak meminta untuk dimengerti," kata Milim, memandangi layar terminal kosong tempat pesan terakhir Satoshi dulu muncul.
> "Tapi dia mempercayakan Orion padaku. Dan itu... adalah bentuk penghormatan yang tak pernah kudapat dari dunia maya."
---
Malam itu, rumah modern di Los Angeles tampak hening. Cahaya redup dari jendela kaca memantulkan siluet dua tokoh paling berpengaruh di dunia teknologi—Milimnava dan Arvid Rei—duduk bersandar di ruang baca pribadi yang dipenuhi catatan, monitor gelap, dan secangkir teh peppermint yang sudah mendingin.
Milim masih menatap terminal kecil di pangkuannya. Tak ada pesan baru. Hanya pesan terakhir dari Satoshi Nakamoto—nama yang kini terus berputar di kepalanya. Seolah membelah waktu.
> "Arvid," gumamnya, "Kau tahu? Dia seperti… bukan manusia. Tapi entah kenapa terasa paling manusiawi dari siapa pun yang pernah kubaca."
Arvid menyilangkan kakinya, menghela napas, lalu menyender pada kursi rotan kesukaannya.
> "Satoshi Nakamoto…" katanya pelan. "Kupikir dia bukan satu orang. Tapi jika itu memang satu orang—itu berarti dia bukan hanya jenius. Dia... satu-satunya legenda digital yang bisa membuat dunia tunduk tanpa muncul di panggung."
Milim tersenyum tipis, lalu tertawa kecil.
> "Aku mulai mengerti kenapa aku naksir dia," candanya sambil menyikut lengan Arvid pelan.
Arvid menyipitkan mata dan memutar bola matanya dramatis.
> "Oh, luar biasa. Jadi sekarang aku harus bersaing dengan hantu kripto? Boleh aku daftar Tinder dulu sebelum diajak lawan dewa blockchain?"
Tawa mereka pecah, ringan namun tetap menyisakan kekaguman mendalam yang nyaris religius.
---
Spekulasi Arvid
Arvid bangkit dari kursinya, mengambil folder catatan yang ia coba kumpulkan sejak pesan rahasia itu dikirim. Di dalamnya: log aktivitas digital, alamat IP terenkripsi, catatan server yang ditinggalkan Satoshi sejak era awal bitcoin. Namun semuanya berujung pada satu kesimpulan:
> "Jejaknya seperti arsitektur seni. Setiap langkahnya... dibuat untuk dilupakan."
Ia menatap Milim dengan serius.
> "Milim, aku pikir dia tak pernah menciptakan bitcoin untuk jadi kaya. Tapi untuk mengajarkan satu hal: bahwa dunia bisa berdiri sendiri tanpa pusat. Tanpa satu kekuatan absolut yang mengontrol segalanya."
Milim menyimak dalam diam. Cahaya dari jendela mulai pudar. Lalu ia berkata pelan:
> "Dia memilih anonim. Karena dia tak mau dihormati. Dia ingin kita semua belajar bertanggung jawab atas sistem yang kita bangun... Tanpa menggantungkan diri pada sosok seperti dia."
---
Di dalam kamar remang, Milim duduk termenung di depan meja, selembar kertas kosong dan pena di tangannya, tapi pikirannya melayang jauh.
Satoshi Nakamoto. Nama itu terus berputar di kepalanya. Sosok hantu digital yang tak pernah menampakkan diri, namun jejaknya mengubah dunia.
> "Dia bukan manusia biasa… aku tahu itu sekarang."
Semua pesan-pesan rahasia, pola pikirnya, dan cara dia menghilang—semuanya terlalu sempurna. Terlalu… familiar.
> "Dia seperti aku."
---
Kenangan Milim yang Terhapus
Milim mulai mengingat kembali potongan-potongan perasaannya di tahun 2025—sebelum kematiannya. Ia adalah inovator muda, terlalu cepat dibakar oleh tekanan dunia, kehilangan harapan. Tapi saat tubuhnya jatuh ke gelap, sesuatu—entah bagaimana—membawanya kembali ke tahun 2016.
Ia terbangun di tubuh mudanya… namun membawa sebagian pengetahuan, intuisi, dan insting dari masa depan.
> "Aku... seorang yang gagal, yang diberi satu kesempatan lagi."
Tapi Satoshi… berbeda. Ia tidak hanya kembali. Ia datang lebih dulu. Dan ia tidak pernah menunjukkan wajah, nama, atau kesalahan. Ia hanya meninggalkan warisan: sistem yang membuat dunia tidak bisa dikendalikan siapa pun.
---
Teori Milim
Milim menulis di kertas:
> "Satoshi Nakamoto = Reinkarnasi dari masa depan?"
Ia mengetuk pena, lalu menambahkan:
> "Bukan aku. Tapi… seperti aku. Kita berdua… dari reruntuhan masa depan."
---
Reaksi dan Ketakutan
> "Apa yang dia lihat di masa depan? Lebih buruk dari apa yang aku alami?"
Itu yang membuat Milim gemetar. Jika dirinya sendiri saja memilih mengakhiri hidup, lalu kembali... maka apa yang mendorong Satoshi melakukan lebih dari itu? Menciptakan sistem keuangan global anonim? Melenyapkan identitasnya sendiri?
Ia menoleh ke jendela. Di kejauhan, cahaya kota Los Angeles berkedip-kedip seperti sinyal—pertanda dunia sedang berubah.
---
"Jika dia bisa menciptakan dunia baru, aku juga bisa."
"Tapi aku akan tetap menunjukkan wajahku."
---
Langit malam di Los Angeles mulai redup. Cahaya dari jendela kamar Milim hanya berasal dari layar laptop dan satu lampu meja yang menyinari wajahnya yang serius.
Arvid mengetuk pelan pintu, lalu masuk tanpa banyak bicara. Ia melihat Milim duduk mematung, menatap selembar catatan penuh coretan: teori tentang waktu, blockchain, dan Satoshi.
> "Kau masih memikirkannya?" tanya Arvid pelan.
Milim menoleh. Wajahnya tenang, tapi matanya bersinar.
> "Aku tahu sekarang, Arvid… Aku salah selama ini."
> "Salah soal apa?"
> "Aku terlalu sibuk mengejar angka. Jumlah follower, jumlah pendapatan, valuasi perusahaanku. Aku salah jika berpikir semua itu yang membuatku penting." Milim berdiri, perlahan melangkah ke arah jendela.
> "Satoshi Nakamoto… dia tak punya wajah, tak punya akun media sosial, tak punya properti yang bisa difoto. Tapi dia mengubah dunia."
Ia menatap pantulan dirinya sendiri di kaca jendela.
> "Aku tak ingin hanya jadi wanita terkaya. Aku ingin jadi inovator. Bukan karena namaku. Tapi karena dampaknya. Karena dunia ini bisa lebih bebas, lebih adil… karena ada orang yang berani memulainya."
---
Arvid menatap Milim dengan dalam. Ini bukan ambisi seorang influencer. Ini tekad seorang pembaharu.
> "Kau mulai terdengar seperti orang gila," kata Arvid pelan, sambil tersenyum tipis. "Tapi aku rasa dunia memang butuh sedikit kegilaan seperti itu."
Milim tersenyum balik, kali ini tulus.
> "Kalau begitu, bantu aku. Kita tidak akan kejar sorotan. Kita kejar sejarah."
---
Tiga hari setelah malam kontemplatif itu, Milim berdiri di ruang rapat bawah tanah kantor pusat Altheon di Los Angeles. Tak ada media. Hanya Arvid, Azka, Rei, Celine, dan beberapa kepala divisi penting lainnya.
Di layar tertulis dengan tegas:
PROJECT: FREEDOM
"Identitas Digital Global – Untuk Semua, Oleh Semua."
Milim menjelaskan dengan penuh semangat:
> "Kita akan menciptakan sistem identitas digital global berbasis blockchain yang bebas dari kendali pemerintah mana pun. Sistem yang memberi akses hak dasar untuk semua manusia, tak peduli negara asal atau status hukum mereka."
Namun reaksi langsung tidak seperti yang ia harapkan.
Arvid mengangkat tangan, nadanya tajam:
> "Milim, proyek ini akan menempatkan kita sebagai musuh langsung semua negara besar. AS, Tiongkok, bahkan Uni Eropa. Kamu sadar, bukan? Kamu mengguncang fondasi kedaulatan mereka."
Celine, kepala Milinium Studio, yang biasanya mendukung ide-ide gila Milim, kini tampak cemas:
> "Kita punya lebih dari 300 juta pengguna di platform kita. Kamu yakin mau membawa semua ini ke dalam konflik politik? Dan… tanpa branding Milim? Kamu sedang membuang kekuatan terbesar kita."
Rei, kepala Lunaris, menambahkan sambil menyilangkan tangan:
> "Aku tak bilang ide ini buruk… tapi ini terlalu besar, terlalu cepat. Kau akan mengorbankan semua yang sudah kita bangun selama 7 tahun. Bisnis kita, karyawan kita, reputasi kita."
Azka, kepala Corevibe 2.0, yang biasanya paling netral, justru paling tajam:
> "Kamu sedang menjadikan perusahaan ini target. SEC akan menyelidiki. FBI bisa masuk. Bahkan investor seperti BlackRock dan Vanguard akan cabut."
Semua suara di ruangan menjadi tembok.
Milim menunduk sesaat. Tapi ia tak mundur.
> "Aku tak minta kalian ikut langsung. Aku hanya butuh kalian tidak menghalangi. Kita pernah disebut gila saat memulai Altheon. Tapi kita buktikan. Sekarang aku ingin membuktikan bahwa teknologi bukan hanya untuk profit, tapi untuk hak asasi manusia."
Arvid menarik napas panjang.
> "Aku akan tetap di sisimu. Tapi Milim, tolong… jangan bawa ini sendiri. Jika kamu benar-benar ingin menjadi Satoshi selanjutnya, maka jadilah dia dengan strategi, bukan sekadar tekad."
Milim mengangguk. Matanya masih tajam. Tapi kali ini, tidak dengan ego, melainkan tekad yang sunyi.
---