Cherreads

Chapter 32 - Bab 34 (Alkein-Ruhosi)

Bab 34 – Aksara Kuno di Perpustakaan Cahaya

Keesokan paginya, setelah sarapan buah-buahan yang (menurut Ruhosi) "lumayan enak, tapi tetap lebih enak kalau ada sosis monsternya," Lyris mengajak Ruhosi dan Elara menuju Perpustakaan Agung Lumina'val. Bangunan ini adalah salah satu yang tertua dan paling dihormati, bukan terbuat dari kayu atau batu biasa, melainkan seolah tumbuh dari jantung pohon cahaya raksasa, dengan dinding-dinding yang memancarkan pendaran lembut dan jendela-jendela kristal alami yang menangkap setiap spektrum matahari.

Udara di dalamnya terasa sejuk dan dipenuhi aroma perkamen kuno, bunga kering, dan debu bintang yang entah bagaimana terasa menenangkan. Tidak ada rak buku biasa; gulungan-gulungan perkamen, tablet-tablet batu giok tipis, bahkan lembaran-lembaran daun perak yang diawetkan secara magis tersimpan dalam ceruk-ceruk bercahaya di sepanjang dinding melingkar yang menjulang tinggi. Keheningan begitu terasa, hanya dipecah oleh suara gemerisik halaman yang dibalik oleh beberapa Elf cendekiawan yang tenggelam dalam penelitian mereka.

Ruhosi, yang biasanya selalu bergerak aktif, tampak sedikit canggung. Ia berjalan mengendap-endap, takut menyenggol sesuatu yang berharga. Matanya membelalak melihat begitu banyak "buku" dalam bentuk yang aneh.

"Wah… ini tempat buat baca ya?" bisiknya pada Elara, suaranya lebih pelan dari biasanya. "Kalau aku teriak 'kebakaran!' di sini, apa semua Elf bakal lari sambil bawa buku?"

Elara menahan tawa dan menyikut pelan pinggang Ruhosi. "Sssst! Ini tempat suci, Ruhosi. Kita harus tenang."

Lyris tersenyum maklum melihat interaksi mereka. "Perpustakaan ini menyimpan sejarah ribuan tahun Lumina'val dan pengetahuan tentang Alkein yang berhasil kami kumpulkan, Ruhosi. Termasuk catatan-catatan langka tentang para Sylvarian yang memilih jalan berbeda, seperti Luthien."

Mereka menuju sebuah ruangan khusus di bagian dalam perpustakaan, tempat arsip-arsip yang lebih tua dan sensitif disimpan. Lyris mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Elf kuno, dan sebuah pintu tak terlihat yang terbuat dari jalinan cahaya perlahan membuka.

Di dalam, suasananya lebih redup. Gulungan-gulungan perkamen tampak lebih rapuh. Lyris menunjuk ke sebuah bagian. "Catatan tentang Luthien tidak banyak, dan beberapa di antaranya ditulis dalam kode atau bahasa simbol yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memiliki 'resonansi' tertentu. Visi yang kau dapatkan di Kolam Kenangan dan Penala Jiwa yang kau kenakan mungkin akan membantumu, Ruhosi."

Ruhosi dan Elara mulai mencari dengan hati-hati. Awalnya, Ruhosi tampak bosan. Ia lebih tertarik pada ukiran-ukiran aneh di dinding atau mencoba membaca judul-judul gulungan yang hurufnya seperti cacing menari. Elara, dengan kesabaran yang lebih besar, mulai membuka beberapa gulungan perkamen yang tampak paling kuno.

Setelah beberapa saat yang terasa panjang bagi Ruhosi (yang sudah mulai menguap dan membayangkan dirinya sedang bertarung dengan monster buku raksasa), Elara tiba-tiba berseru pelan, "Ruhosi, Lyris, lihat ini!"

Ia menunjuk pada sebuah kotak kayu sederhana yang sedikit tersembunyi di balik tumpukan tablet batu. Di atas kotak itu, terukir simbol spiral yang samar-samar mirip dengan yang Ruhosi lihat di pedestal batu di Hutan Valdoria, tempat ia menemukan batu giok daun.

Dengan hati-hati, Lyris membuka kotak itu. Di dalamnya, bukan gulungan perkamen atau tablet, melainkan sebuah buku kecil bersampul kulit berwarna hijau lumut yang sudah usang, diikat dengan seutas tali dari serat tanaman perak. Saat Ruhosi mendekat, Penala Jiwa di lehernya bergetar sedikit lebih kuat, dan ia merasakan tarikan energi yang sama seperti saat ia melihat visi Luthien.

"Ini… sepertinya jurnal pribadi," bisik Lyris takjub. "Sangat jarang kami menemukan catatan sepersonal ini."

Elara membuka halaman pertama dengan jemari gemetar. Tulisannya indah, meliuk-liuk dalam aksara Sylvarian kuno, namun ada beberapa coretan dan gambar-gambar kecil di pinggirnya—bunga-bunga aneh, simbol-simbol yang tak dikenal, bahkan sketsa wajah-wajah lucu yang tampak seperti hasil keisengan.

"Aku… aku bisa merasakan sesuatu dari tulisan ini," kata Ruhosi pelan, menunjuk ke sebuah halaman. Meskipun ia tidak mengerti bahasanya, ia merasakan emosi yang terpancar dari setiap goresan tinta—semangat, keraguan, harapan, dan rasa penasaran yang meluap-luap. Sangat mirip dengan apa yang sering ia rasakan.

Lyris dan Elara mulai mencoba menerjemahkan beberapa bagian. Kebanyakan berisi pengamatan Luthien tentang alam, filosofinya tentang keseimbangan, dan kekecewaannya pada beberapa tradisi Elf yang menurutnya terlalu kaku dan membatasi pemahaman mereka tentang dunia yang lebih luas.

Lalu, Elara menemukan sebuah halaman yang ditandai dengan gambar Bintang Kembar Merah kecil. Di bawahnya, Luthien menulis:

"Langit malam ini bernyanyi dengan nada yang berbeda. Dua Bintang Merah menari, membisikkan tentang takdir yang terjalin, tentang jiwa-jiwa yang akan lahir dari persatuan yang tak terduga. Mereka akan menjadi jembatan, antara cahaya dan bayangan, antara yang hilang dan yang ditemukan. Namun jalan mereka akan terjal, dipenuhi keraguan dari dalam dan ancaman dari luar. Keseimbangan Alkein mungkin berada di tangan mereka yang 'berbeda' ini…"

Ruhosi merasakan bulu kuduknya berdiri. Tulisan itu seolah berbicara langsung padanya dan Elara.

Di halaman berikutnya, ada sebuah sketsa kasar yang menarik perhatian Ruhosi. Sketsa itu menggambarkan sebuah simbol yang sangat ia kenali: simbol cahaya dan kegelapan yang menyatu, persis seperti yang ada di kalung peninggalan ibunya! Di bawah sketsa itu, Luthien menulis satu kalimat pendek: "Dalam perpecahan, kutemukan kesatuan. Dalam perbedaan, kutemukan kekuatan."

"Ini… ini simbol di kalungku!" seru Ruhosi, menyentuh kalung di balik bajunya. "Luthien… dia tahu simbol ini!"

Lyris dan Elara terperangah. Kaitan antara Ruhosi, ibunya, dan Luthien kini terasa semakin nyata dan mendalam.

"Sepertinya Luthien tidak hanya memahami keseimbangan secara filosofis, Ruhosi," kata Lyris dengan nada penuh kekaguman. "Dia mungkin telah menemukan atau bahkan menciptakan cara untuk menyatukan energi yang tampaknya berlawanan. Simbol itu… mungkin adalah kuncinya."

Elara menatap Ruhosi, matanya berbinar. "Jadi, kalungmu itu bukan sembarangan, Ruhosi. Itu adalah warisan dari pemahaman leluhurmu!"

Ruhosi sendiri masih mencoba mencerna semua ini. Jurnal Luthien ini seperti peta harta karun menuju jati dirinya. Ada begitu banyak pertanyaan, namun juga ada semangat baru yang membara. Ia merasa tidak hanya menemukan jejak Luthien, tapi juga sepotong semangat Luthien yang kini hidup dalam dirinya.

"Apa… apa ada lagi yang dia tulis tentang simbol itu? Atau tentang… bagaimana cara menggunakannya?" tanya Ruhosi penuh harap.

Mereka terus membolak-balik halaman jurnal itu, mencari petunjuk lebih lanjut, tidak menyadari bahwa di luar Lumina'val, takdir terus bergerak, dan ancaman masih mengintai, menunggu saat yang tepat untuk kembali menunjukkan dirinya. Namun untuk saat ini, di dalam keheningan Perpustakaan Agung, dua jiwa muda merasa semakin dekat dengan jawaban yang mereka cari.

More Chapters