Cherreads

Chapter 4 - Ch. 04

"Te--terima kasih, Kakak Tampan, Dewa Penolongku!" ucap bocah lelaki sambil menggenggam ujung jubah putih dari penolongnya.

"Pergilah kalian semua!" Pria berjubah putih memerintah dengan tegas dan dingin kepada orang-orang berjubah hitam yang berusaha bangkit dari jatuhnya dan berdiri dengan tertatih-tatih.

Para pria berjubah hitam tidak ada yang bersuara barang sepatah kata pun. Mereka saling berpandangan, dan memberi isyarat satu sama lain, untuk kemudian secara serentak melangkah mundur tanpa perlawanan.

Sepertinya, mereka bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tersebut dengan tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Hal itu membuat anak muda berpenampilan berantakan di balik punggung pria berjubah putih pun menjadi sangat heran sekaligus merasa takjub akan wibawa penolongnya.

"Kakak ini sungguh sangat hebat!" Anak lelaki itu memuji dalam hati.

Dia sungguh mengira, jikalau penolongnya ini adalah orang yang sangat hebat dan tentunya pandai dalam olah seni bela diri.

Hutan Sawo Alas semakin menguarkan aura menyeramkan dengan suasana legamnya. Malam telah menggelar jubah kelam untuk menyelimuti belahan dunia, sedangkan cahaya bulan tersaput awan hitam pembawa curahan hujan yang tiada kunjung usai. Rinaian deras air dari langit menyirami mayapada, berhasil menciptakan hawa dingin pembeku sumsum tulang belulang manusia dan mahluk lainnya.

Pria berjubah putih kemudian berbalik badan dan menghadap kepada anak lelaki yang tampak sudah sangat kedinginan. Tubuhnya kian menggigil sambil masih memegangi perutnya yang terasa sangat sakit.

"Adik Kecil, jangan takut padaku. Aku ini hanya orang lewat yang kebetulan melihat kejadian ini." Pria berjubah putih berbalik badan dan memegangi bahu si anak muda. "Katakan, apakah kamu baik-baik saja?"

"A--aku ... aku sakit." Anak muda yang ditanya meringis kesakitan sambil masih memegang perut hingga badannya sedikit terbungkuk. "Perutku sangat sakit!"

"Sakit ... di sini? Bolekah Kakak ini memeriksanya?" Pria berjubah putih meraba bagian perut anak lelaki yang tampak kesakitan. "Sakit atau lapar?"

"Sa--sa--sakiiiiiit! Sangat sakit!" Anak lelaki itu masih terus memegangi perutnya yang terasa kian bergejolak.

Rasa panas, dingin, nyeri bercampur menjadi satu dan membuat wajah sang anak muda semakin memucat.

Pria berjubah putih masih meletakkan tangannya di perut si bocah lelaki sambil memejamkan matannya. Dia tampak tengah merasakan apa yang sedang bergejolak dalam diri anak muda bernasib malang sembari membatin, "Tepat seperti yang sudah diperkirakan."

Pria muda berjubah putih masih berpikir, "Sepertinya, memang dia yang kami cari selama ratusan tahun ini."

"Ini bukanlah hal yang biasa saja," pikir pria berjubah putih seperti merasakan sesuatu yang janggal. "Sepertinya, memang dialah yang kami cari selama ini. Aku harus memperlakukannya dengan sedikit hati-hati. Karena tubuh anak ini tidaklah normal dan seperti pernah mengalami suatu peledakan dalam dirinya."

"Tampaknya kamu harus segera beristirahat. Bajumu basah kuyup begini, tentu saja ini akan menyebabkan perutmu kembung akibat dari kedinginan," ujar pria berjubah putih yang masih belum menampakkan wajahnya. "Oh ya, siapa namamu?"

"Namaku, eeeh ... panggil saja aku Langit. Lalu, siapakah nama Kakak?" jawab anak yang ternyata bernama Langit. "Dan terima kasih atas pertolongan Kakak."

"Jadi, namamu adalah Langit? Mmmh, tidak masalah. Bukankah kita memang harus saling tolong-menolong?" Pria berjubah putih tersenyum. "Namaku ...."

Pria berjubah putih tampak berpikir, 'Nama apakah yang tepat untukku saat berada di bumi dan tempatku berada saat ini konon bernama Tanah Jawa. Jadi ... aku harus menamai diriku ini dengan sebutan apa?'

'Aku bahkan masih belum bisa sepenuhnya berbicara dengan bahasa Jawa dan aku harus menyesuaikan diriku dengan kebiasaan serta adat istiadat daerah ini.'

Tiba-tiba saja, ia melihat pola gambar pada jubah dengan bertuliskan sekalimat kata yang sudah bisa dia baca dan sebuah nama pun segera terbersit pada pemikirannya.

Ya! Sepertinya itu memang cukup pantas untuknya. Bukankah saat ini penampilannya sedang sangat berbeda, jika dibandingkan dengan wujud aslinya?

Dahulu dirinya pernah menyelinap pergi dari kediamannya hanya untuk menonton pertunjukan wayang kulit di sebuah desa, dan ia merasa terkesan dengan tokoh berwujud burung garuda dalam kisah Ramayana.

"Namaku Jatayu. Panggil saja aku dengan sebutan Kakak Jatayu," ujar pria berjubah putih bermantel dengan sulaman beberapa ekor burung garuda yang gagah dan tampak tengah mengembangkan sayapnya.

Meskipun dia sama sekali tidak begitu tahu-menahu tentang burung garuda Jatayu dalam cerita pewayangan kuno yang merupakan kisah legendaris karangan seorang seniman berilmu sastra tinggi tiada tanding di Tanah Jawa.

Langit tertegun. "Kakak Jatayu?"

More Chapters