Cherreads

Dimensi Hitam: Operasi Rahasia

_XNight
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
352
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1:Kota Tanpa Langit

Kota Venix berdiri megah seperti raksasa logam dan cahaya, tetapi tak ada yang benar-benar hidup di dalamnya. Mereka hanya bertahan. Dari kejauhan, kota ini tampak seperti harapan masa depan—penuh menara pencakar langit, mobil terbang, dan layar digital yang melukis langit dengan warna buatan. Tapi bagi mereka yang hidup di bawah, terutama di zona bawah tanah yang disebut Zona Abu-abu, kota ini adalah kandang.

Di sanalah Rey Armanda tumbuh. Di antara kabel terbuka, asap mesin bekas, dan dinding apartemen reyot yang nyaris runtuh. Hidupnya tidak pernah mudah, tapi ia tidak pernah mengeluh. Ia belajar sejak kecil bahwa suara pengaduan tidak terdengar di tempat seperti ini. Dunia tidak peduli dengan mereka yang tak terdata.

Ibunya, seorang wanita tangguh yang bekerja sebagai operator ventilasi kota, sering pulang dengan wajah hitam oleh jelaga. Ia satu-satunya keluarga Rey yang tersisa. Ayahnya hilang ketika Rey baru berusia tujuh tahun—konon tertangkap saat menyusup ke zona elite untuk mencuri data dari jaringan rahasia. Sejak itu, tak ada kabar, tak ada jasad, hanya rumor. Beberapa bilang ia mati ditembak. Yang lain bilang ia berhasil kabur ke dunia bawah. Tapi bagi Rey, semua itu tak penting. Yang penting adalah: ayahnya pernah melawan sistem.

Rey tumbuh bersama benda-benda rusak. Komputer tua, drone patah, monitor pecah, dan sirkuit terbakar. Apa yang dibuang oleh masyarakat atas, Rey kumpulkan dan pelajari. Di usianya yang masih dua belas, ia sudah bisa merakit ulang alat pemindai digital. Di usia empat belas, ia membangun AI kecil yang bisa membaca pola listrik gedung. Semua ia lakukan diam-diam. Karena pengetahuan di Zona Abu-abu bisa menjadi kutukan. Terlalu pintar di sini bisa membuatmu hilang.

Hari-hari Rey dipenuhi dengan percobaan dan rekayasa. Ia menyambungkan jaringan gelap, menangkap sinyal liar dari atas menara, dan mencuri fragmen informasi yang dibagikan hanya untuk elite. Ia mencatat. Ia belajar. Ia menyusun peta dunia yang lebih besar daripada yang dikenalnya.

Satu malam, ketika Rey duduk di atap tempat tinggalnya—atap seng karatan yang nyaris roboh—ia berhasil menyambungkan satu saluran rahasia dari jaringan resmi pemerintah. Di layar kecil rakitannya, muncul tayangan pendek.

Tiga puluh detik yang mengubah segalanya.

"Selamat datang di NOIR—organisasi penyeimbang dunia, pengawal peradaban, penjaga dimensi. Kami tidak mencari garis keturunan. Kami mencari otak, tekad, dan loyalitas. Untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, kami membuka jalur mandiri. Terbuka hanya satu minggu. Satu kesempatan. Untuk mereka yang tak terlihat."

Gambarnya buram. Sinyalnya putus-putus. Tapi pesannya jelas.

NOIR.

Nama itu seperti legenda di dunia bawah. Mereka bilang NOIR bukan sekadar organisasi; mereka adalah bayangan yang menjaga stabilitas dunia. Anggotanya tak terlihat, tapi kehadirannya terasa. Dan kini, mereka membuka pintu bagi "orang biasa"? Rey tahu ini bukan kesempatan kedua. Ini satu-satunya.

Keesokan harinya, Rey pergi ke pemakaman mesin tua, tempat ia biasa mencari komponen. Tapi kali ini bukan untuk mencari. Ia mengubur semua sisa keraguannya di sana. Ia pulang, mencetak semua data identitas yang bisa ia buat—pendaftaran biometrik, analisis kerja otaknya, hasil uji mandiri, dan satu rekaman pesan suara dari ibunya yang berkata: "Jika kau ingin pergi, pergilah. Tapi jadilah seseorang yang bisa bertahan."

Seminggu kemudian, ia berdiri di stasiun utama Venix, dengan pakaian bersih seadanya dan ransel kecil di punggung. Ia menatap gerbang pendaftaran NOIR, bangunan hitam pekat tanpa logo. Tidak ada nama. Tidak ada sambutan. Hanya pintu—tertutup, dingin, dan misterius.

Di sekitarnya, puluhan orang berpakaian mewah keluar dari mobil-mobil terbang. Mereka berbicara dalam bahasa bisnis dan teknologi tinggi. Beberapa mengenakan emblem keluarga—lambang kekuasaan di balik kekuasaan.

Rey hanya menarik napas.

Ia tidak punya lambang.

Yang ia punya hanyalah keberanian untuk mengetuk pintu.

Dan ia melangkah maju.

----------------------------------------------------------

Langkah pertamanya ke dalam bangunan itu seperti masuk ke dunia lain. Lantainya mengkilap, cahaya putih dari langit-langit seperti tak berujung. Panel hologram mengambang di udara, dan layar-layar transparan menampilkan alur pendaftaran.

Petugas di meja depan menatap Rey dengan cepat saat memindai identitasnya.

"Zona Abu-abu?" tanyanya tanpa menyembunyikan nada curiga.

Rey mengangguk.

Petugas itu mendesah pendek. "Kau tahu jalur ini nyaris tidak pernah menerima siapa pun dari bawah?"

"Aku bukan siapa pun dari bawah," jawab Rey tenang. "Aku hanya Rey Armanda."

Petugas itu mengangkat alis, lalu menyerahkan gelang identifikasi transparan. "Ruang tes ada di lantai minus tiga. Kalau gagal, kau hanya akan dikenang sebagai statistik."

Rey meraihnya tanpa menjawab. Ia tidak datang untuk dikenang. Ia datang untuk masuk.

Saat lift membawanya turun ke lantai uji, Rey melihat bayangannya sendiri di dinding logam. Ia terlihat kecil, biasa, tanpa atribut. Tapi di balik mata itu, ada tekad yang tidak bisa diremehkan.

Ia tahu, dunia tidak dibuat adil. Tapi hari ini, ia akan menciptakan celah sendiri dalam sistem itu. Dengan satu langkah, ia masuk ke lorong tes.

Dan semuanya dimulai.