Cherreads

Chapter 3 - The Echo That Knows My Name

The forest had gone silent.

Not the natural kind of quiet, but the eerie kind—like the world itself was holding its breath.

I stood where the girl once sat. The rock was cold now. The symbol had faded. But I could still feel something humming in the air.

I closed my eyes. Let the silence speak.

And then I heard it again.

A whisper—clearer this time.

> "Kael…"

My name.

Spoken not with voice, but with memory.

I spun around. Nothing. Only trees and moonlight. But the whisper remained in my mind.

> "You were not supposed to be reborn."

The air shifted. Threads of the Grid sparked around me, flickering like broken glass.

Images flashed—too fast to understand. A throne crumbling. A woman with silver hair. A boy crying alone in a room of mirrors.

Then, a voice. Softer. Sadder.

> "Forgive me."

And for the first time…

I saw her face.

Just a glimpse—long silver hair, pale eyes, the same calm I'd always imagined.

> Elira.

My chest tightened.

Not a dream. Not a fantasy.

She was real.

And she was watching me from the Grid.

---

[Bahasa Indonesia]

Bab 5 – Gema yang Menyebut Namaku

Hutan mendadak sunyi.

Bukan sunyi biasa, tapi sunyi yang ganjil—seperti dunia sedang menahan napasnya.

Aku berdiri di tempat di mana gadis itu pernah duduk. Batu itu kini dingin. Simbolnya telah pudar. Tapi aku masih bisa merasakan sesuatu bergetar di udara.

Aku menutup mata. Membiarkan kesunyian berbicara.

Dan aku mendengarnya lagi.

Bisikan—lebih jelas kali ini.

> "Kael…"

Namaku.

Bukan diucapkan, tapi dikenang.

Aku menoleh cepat. Tidak ada siapa-siapa. Hanya pepohonan dan cahaya bulan. Tapi bisikan itu masih terngiang.

> "Kau seharusnya tidak terlahir kembali."

Udara bergeser. Benang-benang Grid berkilau di sekitarku, seperti pecahan kaca bercahaya.

Gambaran-gambaran muncul—terlalu cepat untuk dimengerti. Sebuah takhta runtuh. Seorang wanita berambut perak. Seorang anak laki-laki menangis dalam ruangan penuh cermin.

Lalu, suara. Lebih lembut. Lebih sedih.

> "Maafkan aku."

Dan untuk pertama kalinya…

Aku melihat wajahnya.

Sekilas saja—rambut perak panjang, mata pucat, dan ketenangan yang selalu kubayangkan.

> Elira.

Dadaku terasa sesak.

Bukan mimpi. Bukan khayalan.

Dia nyata.

Dan dia sedang mengawasiku… dari dalam Grid.

More Chapters