Cherreads

Chapter 90 - Bab 86: AstraNova – Fokus pada Kapsul dan Proyek Roket Astro-1

Bab 86: AstraNova – Fokus pada Kapsul dan Proyek Roket Astro-1

AstraNova, perusahaan antariksa baru hasil kolaborasi antara Milim, Arvid, Mr. Beast, dan Mark Robert, kini mulai membangun fondasi kuat untuk bersaing di industri luar angkasa global. Dengan pengalaman mereka sebagai mantan eksekutif dan teknisi di StellarBridge, mereka memahami bahwa pasar antariksa telah mulai dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa seperti SpaceX, StellarBridge, Blue Origin, serta badan antariksa negara-negara kuat seperti NASA, ESA, dan CNSA.

Melihat realitas ini, AstraNova memilih jalur berbeda. Mereka menetapkan arah bisnis yang menyasar negara berkembang dan miskin yang belum tersentuh secara signifikan oleh dominasi perusahaan-perusahaan besar tersebut. Negara-negara ini memiliki kebutuhan besar akan teknologi luar angkasa, mulai dari komunikasi, pendidikan, hingga ekonomi, tetapi belum memiliki akses karena keterbatasan anggaran dan infrastruktur.

"Pasar negara maju sudah dipenuhi oleh SpaceX, StellarBridge, Blue Origin, dan agensi besar lainnya. Tapi negara berkembang masih belum memiliki mitra strategis dalam bidang ini. Kami ingin hadir di sana," ujar Arvid, CEO AstraNova.

Proyek utama pertama mereka adalah pembuatan kapsul luar angkasa untuk misi orbit rendah, serta pengembangan roket Astro-1 setinggi 25 meter. Roket ini dirancang khusus untuk peluncuran satelit mini, riset luar angkasa, dan potensi wisata luar angkasa ekonomis. Karena keempat pendiri memiliki pengalaman langsung dalam pengembangan roket di StellarBridge, proses perancangan dan pembangunan berjalan efisien dan cepat.

"Kami tidak memulai dari nol. Kami membawa semua pengetahuan dan pengalaman kami dari StellarBridge. Kami tahu persis tantangannya dan bagaimana mengatasinya," ungkap Mark Robert, yang memimpin divisi teknis.

Dengan visi yang kuat dan pendekatan berbeda, Milim secara pribadi menyuntikkan dana awal sebesar 2 miliar dolar AS, hasil dari penjualan 1% sahamnya di StellarBridge—menyisakan 9% saham di perusahaan tersebut. Investasi ini memperkuat fondasi AstraNova dan membuktikan komitmen penuh Milim dalam proyek baru ini.

Tak hanya itu, nama besar Milim di dunia hiburan, keuangan, dan antariksa membuat AstraNova jadi sorotan. 32 mantan karyawan StellarBridge, termasuk teknisi mesin roket terbaik, memilih keluar dan bergabung dengan AstraNova karena kepercayaan mereka pada kepemimpinan baru ini. AstraNova juga merekrut talenta dari universitas-universitas ternama dunia, menarik minat anak muda dan ilmuwan antariksa muda yang ingin bekerja dalam tim yang lebih kecil tapi inovatif.

Dalam diskusi internal, Milim meminta Arvid untuk menghindari kesalahan masa lalu dengan tidak terlalu membuka perusahaan untuk banyak investor besar. "Kita harus memegang kendali. Jangan biarkan investor mengatur arah kita lagi," ujar Milim, merujuk pada kejatuhannya dari jabatan CEO StellarBridge.

Mr. Beast, yang kini memimpin departemen pemasaran, dan Mark Robert, sebagai kepala teknis, setuju. Mereka ingin AstraNova berkembang secara lambat tapi penuh kendali, tanpa tekanan kapitalis berlebihan. Arvid mendukung sepenuhnya, menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan idealisme.

Dengan arah bisnis yang jelas—menyasar pasar negara-negara berkembang dan miskin—AstraNova menetapkan dirinya bukan hanya sebagai pemain baru, tapi juga sebagai perusahaan yang membawa harapan untuk pemerataan teknologi luar angkasa.

---

Beberapa bulan setelah pengumuman pendirian AstraNova dan proyek utama mereka, Astro-1, perkembangan signifikan mulai terlihat. Di bawah komando teknis Mark Robert dan dengan supervisi langsung dari Arvid, roket Astro-1 kini telah memasuki fase integrasi sistem—tahap di mana semua komponen utama seperti mesin, kontrol penerbangan, dan struktur kapsul diuji untuk pertama kalinya dalam kondisi penuh.

Astro-1 dirancang untuk fleksibilitas tinggi dan efisiensi biaya, dengan target mampu meluncurkan hingga 750 kg muatan ke orbit rendah (LEO). Ini menjadikannya ideal untuk peluncuran satelit mikro, sistem komunikasi, dan eksperimen ilmiah yang dibutuhkan negara-negara berkembang. Mesinnya mengandalkan teknologi pembakaran metana cair dan oksigen cair (methalox) yang dikembangkan dengan efisiensi tinggi dan emisi karbon yang rendah.

Salah satu terobosan besar datang dari kerja sama strategis AstraNova dengan pemerintah Malaysia, yang melihat peluang besar dalam membangun industri luar angkasa nasional mereka. Kesepakatan ditandatangani untuk membentuk pusat peluncuran satelit bersama di Sabah, Malaysia Timur, karena letaknya yang dekat dengan garis khatulistiwa, memungkinkan peluncuran roket lebih hemat bahan bakar dan efisien.

Menteri Sains dan Teknologi Malaysia menyatakan dalam konferensi pers:

> "Ini bukan hanya tentang roket, ini tentang membawa Malaysia ke masa depan. Kerja sama dengan AstraNova akan membangun kapasitas teknologi kami dan menciptakan ribuan lapangan kerja baru di sektor luar angkasa."

Dalam kerja sama senilai 420 juta dolar AS, AstraNova akan membangun fasilitas perakitan dan peluncuran kecil di Malaysia, sekaligus membuka program beasiswa dan transfer teknologi untuk mahasiswa teknik antariksa, robotik, dan informatika dari universitas-universitas Malaysia.

Mr. Beast memanfaatkan momen ini dengan peluncuran kampanye global melalui media sosial dan YouTube, menyuarakan narasi tentang pentingnya akses luar angkasa bagi negara-negara berkembang. Video dokumenter pertamanya tentang proyek Malaysia langsung meraih 210 juta penayangan dalam 48 jam dan menjadi viral di TikTok dan Instagram.

Milim, yang kini fokus membesarkan kembali Altheon Corps dan membangun jaringan strategis untuk mendukung AstraNova, juga hadir dalam peluncuran kerja sama tersebut. Dalam pidatonya, ia menegaskan:

> "Kami tidak sedang membangun perusahaan. Kami sedang membuka langit bagi mereka yang selama ini tidak punya pintu untuk masuk ke dunia antariksa."

Keberhasilan kerja sama dengan Malaysia membuka pintu untuk potensi kolaborasi lain di Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Beberapa negara seperti Kenya, Filipina, dan Kolombia mulai menyatakan minat serupa, melihat potensi AstraNova sebagai mitra masa depan yang lebih fleksibel dan tidak terlalu korporatis seperti raksasa antariksa lainnya.

Dengan peluncuran uji pertama Astro-1 dijadwalkan pada awal tahun depan, dunia kini mengamati apakah AstraNova benar-benar mampu menjadi pionir antariksa generasi berikutnya—bukan dari kekuatan, tapi dari inklusi.

---

Seiring dunia berlomba membangun pos di luar angkasa, ASEAN mulai merasa tertekan oleh kecepatan kemajuan negara-negara besar. Dengan NASA, ESA, dan ISRO sedang mempercepat proyek Lunar Gateway senilai 210 miliar dolar, serta Tiangong Omega, stasiun luar angkasa gabungan China-Rusia senilai 140 miliar dolar, ASEAN menyadari bahwa mereka sedang tertinggal jauh.

Tekanan semakin kuat ketika kabar menyebutkan bahwa JAXA (Jepang) dan StellarBridge tengah membangun Hayabusa-1, stasiun luar angkasa penambangan asteroid yang beroperasi di orbit terjauh bumi. Proyek Hayabusa-1, yang bernilai 70 miliar dolar, dibiayai bersama oleh BlackRock, JP Morgan, Google Ventures, SoftBank, serta Nava Kapital, menciptakan ketakutan ASEAN akan kehilangan relevansi dalam peta industri luar angkasa global.

Dalam sebuah forum tertutup yang digelar di Singapura, para pemimpin ASEAN sepakat untuk meluncurkan inisiatif luar angkasa pertama Asia Tenggara: pembangunan stasiun luar angkasa kecil dengan nama "Langit Nusantara", proyek senilai 10 miliar dolar yang didanai oleh kontribusi dari seluruh negara anggota ASEAN.

Untuk teknologi dan desain, mereka sepakat mengundang Arvid, CEO AstraNova, sebagai mitra strategis dan teknis utama.

Dalam undangan resmi yang diterima oleh AstraNova, Delegasi ASEAN menulis:

> "Asia Tenggara membutuhkan bintang sendiri di langit. Kami percaya bahwa hanya dengan kerja sama dan dukungan dari pemimpin seperti Anda, mimpi itu dapat diwujudkan."

Arvid menghadiri forum lanjutan di Kuala Lumpur, bersama delegasi teknik dari AstraNova, termasuk Mark Robert dan tim desain orbital. Di sana, Arvid mempresentasikan konsep awal stasiun Langit Nusantara—stasiun modular dengan empat kapsul observasi, dua laboratorium orbit, dan sistem docking fleksibel untuk wahana dari negara ASEAN.

Dalam pertemuan itu, Arvid menyampaikan:

> "Jika negara-negara besar punya markas di langit, Asia Tenggara juga harus punya rumahnya sendiri di sana. Langit Nusantara akan jadi simbol bahwa ruang angkasa bukan milik satu bangsa, tapi seluruh umat manusia."

Milim, meski tidak hadir langsung, memberikan pernyataan terbuka mendukung proyek tersebut dan menjanjikan bahwa Altheon Corps akan menyumbang infrastruktur data dan komunikasi orbit, serta mendukung integrasi sistem lunaris sebagai bagian hiburan dan edukasi luar angkasa ASEAN.

Berita tentang proyek Langit Nusantara menjadi trending topik di seluruh Asia, dengan tagar seperti #LangitNusantara dan #ASEANtoOrbit meledak di media sosial. Banyak anak muda Asia Tenggara menyatakan harapan dan kebanggaan mereka, bahwa akhirnya kawasan mereka punya simbol sendiri di luar angkasa.

Sementara itu, di sisi lain dunia, proyek pembangunan stasiun luar angkasa LAP 2.0 yang merupakan versi upgrade dari LAP 1.0, kini menjadi sorotan besar. LAP 2.0 merupakan hasil kolaborasi terbaru antara ESA (Eropa), KARI (Korea Selatan), Australia Space Agency, dan kini turut melibatkan Blue Origin. Proyek ini didukung oleh anggaran besar sebesar 30 miliar dolar.

Qatar dan Arab Saudi juga secara resmi menyatakan keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan LAP 2.0 sebagai bagian dari visi jangka panjang mereka untuk menjadi kekuatan baru dalam industri luar angkasa global. Kesepakatan teknis dan finansial sedang dalam tahap finalisasi.

Untuk proyek Langit Nusantara sendiri, modul pertama dijadwalkan akan diluncurkan ke orbit pada Januari 2026. Pembangunan proyek akan dimulai segera setelah penandatanganan nota kesepahaman antara ASEAN dan AstraNova Technologies. Total biaya pembangunan sebesar 10 miliar dolar, dengan struktur kepemilikan 70 persen dipegang oleh ASEAN dan 30 persen oleh Nava Kapital, yang juga menginvestasikan 2 miliar dolar dalam proyek tersebut.

Stasiun Langit Nusantara difungsikan untuk eksperimen ilmiah, riset teknologi, serta pengembangan kerja sama antariksa regional di Asia Tenggara.

Lanjutan Pertemuan Arvid dengan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto (2025)

Pada pertemuan penting yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Arvid, CEO AstraNova, menghadiri diskusi strategis bersama Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, untuk membahas rencana besar AstraNova di Indonesia. Setelah mendengar presentasi Arvid tentang ambisi perusahaan untuk memajukan industri antariksa global dengan teknologi inovatif, Presiden Prabowo menawarkan sejumlah insentif strategis yang menarik.

Prabowo Subianto menjelaskan, "Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di industri antariksa global. Jika AstraNova bersedia membangun kantor pusat di sini, kami akan memberikan fasilitas bebas pajak, jaminan keamanan penuh, dan dukungan dari pemerintah untuk pembangunan fasilitas serta rumah tinggal bagi karyawan AstraNova. Kami juga siap menyiapkan dan melatih talenta Indonesia yang terbaik untuk bergabung dalam proyek-proyek besar AstraNova."

Arvid, yang mendengar tawaran ini dengan penuh perhatian, mengakui bahwa langkah tersebut sangat signifikan dalam memperkuat komitmen AstraNova terhadap keberlanjutan dan pengembangan industri antariksa yang inklusif. "Kami ingin membangun masa depan bersama Indonesia. Dukungan pemerintah Indonesia sangat berarti untuk kami, dan kami yakin dengan talenta luar biasa yang ada di sini, kita bisa menciptakan dampak yang besar, baik secara global maupun bagi masyarakat Indonesia sendiri," ungkap Arvid dengan antusias.

Setelah diskusi lebih lanjut, Arvid menyetujui rencana untuk mendirikan Kantor Pusat AstraNova Teknologi di Indonesia. Kota Bandung, dengan reputasinya sebagai pusat teknologi dan inovasi, dipilih sebagai lokasi utama untuk kantor pusat tersebut. Selain itu, rencana pembangunan Pusat Peluncuran Roket Astro-1 dan Astro-2 juga diputuskan untuk dilakukan di Indonesia, yang akan berfungsi sebagai basis utama untuk peluncuran satelit dan pengembangan stasiun luar angkasa ASEAN.

Proyek Astro-1 dan Astro-2:

Astro-1, dengan panjang 25 meter, dirancang untuk peluncuran satelit mikro dan eksperimen ilmiah. Proyek ini difokuskan pada pengembangan roket yang efisien dan ramah lingkungan, ideal untuk negara-negara berkembang yang membutuhkan solusi komunikasi dan riset luar angkasa dengan biaya terjangkau.

Astro-2, dengan tinggi 42 meter, dirancang untuk meluncurkan modul dan komponen pembangunan stasiun luar angkasa ASEAN. Dengan mesin canggih yang diadaptasi dari StellarBridge, Astro-2 akan menjadi kunci dalam pembangunan stasiun orbit yang akan mendukung riset ilmiah dan teknologi luar angkasa di wilayah ASEAN.

Sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat industri roket, AstraNova juga merencanakan untuk merekrut talenta terbaik dari seluruh dunia, termasuk dari SpaceX, StellarBridge, serta badan antariksa terkemuka lainnya seperti NASA, CNSA, ISRO, dan ESA. Selain itu, AstraNova berencana untuk menggandeng kampus-kampus terkemuka di dunia untuk memperkuat pengembangan mesin roket, memberikan kesempatan kepada para ilmuwan muda Indonesia untuk bekerja di perusahaan global yang sedang berkembang ini.

Arvid menyatakan, "Kami tidak hanya melihat Indonesia sebagai tempat untuk melakukan bisnis, tetapi sebagai mitra jangka panjang dalam membangun industri luar angkasa yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Kami juga berharap dapat memberikan peluang kepada anak-anak muda Indonesia untuk berkarier di sektor antariksa, yang merupakan industri masa depan."

Dukungan Pemerintah Indonesia:

Sebagai bagian dari kesepakatan, pemerintah Indonesia juga menjanjikan berbagai fasilitas seperti rumah tinggal gratis bagi karyawan AstraNova yang akan bekerja di pusat peluncuran dan kantor pusat, serta beasiswa dan pelatihan untuk menciptakan talenta dalam bidang antariksa, mesin, dan teknologi. Ini akan menciptakan ribuan lapangan pekerjaan dan memperkuat ekosistem teknologi Indonesia.

"Ini adalah kesempatan besar bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin di kawasan dalam teknologi luar angkasa. Kami berkomitmen untuk membantu AstraNova berkembang, dan kami percaya ini akan memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian Indonesia," ujar Presiden Prabowo Subianto, menegaskan dukungan penuh dari pemerintah.

Dengan rencana besar ini, Indonesia kini diharapkan menjadi pusat utama untuk inovasi antariksa di kawasan ASEAN, dengan AstraNova di garis depan sebagai perusahaan yang menghubungkan negara-negara berkembang dengan dunia luar angkasa.

More Chapters